
Perkembangan Film memiliki perjalanan cukup panjang hingga pada akhirnya menjadi seperti film di masa kini yang kaya dengan efek, dan sangat mudah didapatkan sebagai media hiburan. Perkembangan film dimulai ketika digunakannya alat kinetoskop temuan Thomas Alfa Edison yang pada masa itu digunakan oleh penonton individual. Film awal masih bisu dan tidak berwarna. Pemutaran film di bioskop untuk pertama kalinya dilakukan pada awal abad 20, hingga industri film Hollywood yang pertama kali, bahkan hingga saat ini merajai industri perfilman populer secara global. Pada tahun 1927 teknologi sudah cukup mumpuni untuk memproduksi film bicara yang dialognya dapat didengar secara langsung, namun masih hitam-putih. Hingga pada 1937 teknologi film sudah mampu memproduksi film berwarna yang lebih menarik dan diikuti dengan alur cerita yang mulai populer. Pada tahun1970an, film sudah bisa direkam dalam jumlah massal dengan menggunakan videotape yang kemudian dijual. Tahun 1980an ditemukan teknologi laser disc, lalu VCD dan kemudian menyusul teknologi DVD. Hingga saat ini digital movie yang lebih praktis banyak digemari sehingga semakin menjadikan popularitas film meningkat dan film menjadi semakin dekat dengan keserarian masyarakat modern.
Pengertian Film
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Yang
pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang
digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua, film
diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film diartikan
sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan dalam media
seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif.[1] Meskipun
kini film bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film
dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital.
Sejarah Film
Sejarah film tidak bisa
lepas dari sejarah fotografi. Dan sejarah fotografi tidak bisa lepas dari
peralatan pendukungnya, seperti kamera. Kamera
pertama di dunia ditemukan oleh seorang Ilmuwan Muslim, Ibnu Haitham.
Fisikawan ini pertama kali menemukan Kamera Obscura dengan
dasar kajian ilmu optik menggunakan bantuan energi cahaya
matahari. Mengembangkan ide kamera sederhana tersebut, mulai
ditemukan kamera-kamera yang lebih praktis, bahka inovasinya demikian pesat
berkembang sehingga kamera mulai bisa digunakan untuk merekam gambar gerak. Ide
dasar sebuah film sendiri, terfikir secara tidak sengaja. Pada tahun 1878
ketika beberapa orang pria Amerika berkumpul dan dari perbincangan ringan
menimbulkan sebuah pertanyaan : “Apakah keempat kaki kuda berada pada
posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda berlari?" Pertanyaan itu
terjawab ketika Eadweard Muybridge membuat 16 frame gambar
kuda yang sedang berlari. Dari 16 frame gambar kuda yang sedang berlari
tersebut, dibuat rangkaian gerakan secara urut sehingga gambar kuda terkesan
sedang berlari. Dan terbuktilah bahwa ada satu momen dimana kaki kuda tidak
menyentuh tanah ketika kuda tengah berlari kencang Konsepnya hampir sama dengan
konsep film kartun. Gambar gerak kuda tersebut menjadi gambar gerak pertama di
dunia. Dimana pada masa itu belum diciptakan kamera yang bisa merekam gerakan
dinamis. Setelah penemuan gambar bergerak Muybridge pertama kalinya, inovasi
kamera mulai berkembang ketika Thomas Alfa Edison mengembangkan fungsi kamera
gambar biasa menjadi kamera yang mampu merekam gambar gerak pada tahun 1988,
sehingga kamera mulai bisa merekam objek yang bergerak dinamis. Maka dimulailah
era baru sinematografi yang ditandai dengan
diciptakannya sejenis film
dokumenter singkat oleh Lumière Bersaudara. Film yang diakui sebagai
sinema pertama di dunia tersebut diputar di Boulevard des
Capucines, Paris, Prancis dengan judul Workers
Leaving the Lumière's Factory pada tanggal 28 Desember 1895
yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya sinematografi. Film inaudibel
yang hanya berdurasi beberapa detik itu menggambarkan bagaimana pekerja pabrik
meninggalkan tempat kerja mereka disaat waktu pulang.[2] Pada
awal lahirnya film, memang tampak belum ada tujuan dan alur cerita yang jelas.
Namun ketika ide pembuatan film mulai tersentuh oleh ranah industri, mulailah
film dibuat lebih terkonsep, memiliki alur dan cerita yang jelas. Meskipun pada
era baru dunia film, gambarnya masih tidak berwarna alias hitam-putih, dan
belum didukung oleh efek audio. Ketika itu, saat orang-orang tengah menyaksikan
pemutaran sebuah film, akan ada pemain musik yang mengiringi secara langsung
gambar gerak yag ditampilkan di layar sebagai efek suara.
Klasifikasi Film
Seiring
berkembangnya dunia perfilman, semakin banyak film yang diproduksi dengan corak
yang berbeda-beda. Secara garis besar, film dapat diklasifikasikan berdasarkan
cerita, orientasi pembuatan, dan berdasarkan genre.

Kemudian
berdasarkan orientasi pembuatannya, film dapat digolongkan dalam film Komersial
dan Non-Komersial. Film komersial, orientasi pembuatannya adalah bisnis dan
mengejar keuntungan. Dalam klasifikasi ini, film memang dijadikan sebagai
komoditas industrialisasi. Sehingga film dibuat sedemikian rupa agar memiliki
nilai jual dan menarik untuk disimak oleh berbagai lapisan khalayak. Film
komersial biasanya lebih ringan, atraktif, dan mudah dimengerti agar lebih
banyak orang yang berminat untuk menyaksikannya. Berbeda dengan film
non-komersial yang bukan berorientasi bisnis. Dengan kata lain, film
non-komersial ini dibuat bukan dalam rangka mengejar target keuntungan dan
azasnya bukan untuk menjadikan film sebagai komoditas,
melainkan murni sebagai seni dalam menyampaikan suatu pesan dan sarat akan
tujuan. Karena bukan dibuat atas dasar kepentingan bisnis dan keuntungan, maka
biasanya segmentasi penonton film non-komersial juga terbatas. Contoh film
non-komersial misalnya berupa film propaganda,
yang dibuat dengan tujuan mempengaruhi pola pikir massal agar sesuai dengan
pesan yang berusaha disampaikan. Di Indonesia sendiri contoh film propaganda
yang cukup melegenda adalah film G30S/PKI.
Atau film dokumenter yang mengangkat suatu tema khusus, misalnya dokumentasi
kehidupan flora dan fauna atau dokumentasi yang mengangkat kehidupan anak jalanan,
dan lain sebagainya. Selain itu, beberapa film yang memang dibuat bukan untuk
tujuan bisnis, justru dibuat dengan tujuan untuk meraih penghargaan tertentu di
bidang perfilman dan sinematografi. Film seperti ini biasanya memiliki pesan
moral yag sangat mendalam, estetika yang diperhatikan detail-detailnya, dengan
skenario yang disusun sedemikian rupa agar setiap gerakan dan perkataannya
dapat mengandung makna yang begitu kaya. Film seperti ini biasanya tidak mudah
dicerna oleh banyak orang, karena memang sasaran pembuatannya bukan berdasarkan
tuntutan pasar. Seni, estetika, dan makna merupakan tolok ukur pembuatan film
seperti ini. Contohnya di Indonesia seperti film Pasir Berbisik yang
di produseri oleh Christine Hakim dan Daun di Atas Bantal yang berkisah mengenai
kehidupan anak jalanan.
Kemudian
klasifikasi berdasarkan genre film itu sendiri. Terdapat beragam genre film yang
biasa dikenal masyarakat selama ini, diantaranya :
·
Action
·
Komedi
·
Drama
·
Petualangan
·
Epik
·
Musikal
·
Perang
·
Pop
·
Horror
·
Gangster
·
Thriller
·
Fantasi
·
Disaster / Bencana
Artikel ini dikutip
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Film